Sunday, 19 November 2017

Lingkar

Dan doa-doa mulai dilantunkan.
Sayup terdengar dari bibir si penikmat dosa.
Malu menggelitik, kala hanya tertekan ia berbisik.
Dogma diacuhkan, bukan tak tahu, tapi seolah membisu.
Tersungkur ia lemah, bertanya pada bumi berharap jawaban dari langit.

Masih ia ingat.
Berlumur daki bekas dua insan yang terbuai di buli mimpi.
Telanjang dada, berpandangan saling terpana.
Bukan cinta mereka sedang memadunya, tapi sampah imaji mengatasnamakan hal yang suci.
Haru biru saling menatap, menyesal rasa namun terlena.

Lantas bagaimana ia mulai bercerita.
Sesak dadanya tak tertahankan.
Maaf Tuhan, hambaMu tergoda jerit setan!

Friday, 22 September 2017

Sahabat

Bukan hanya sebuah kata kosong yang dilontarkan dari si muka dua. Ia lebih dari itu, saat candanya tumpah ruah dalam satu meja yang sama.

Ia yang berada disampingmu, takala terluka hati sebab ulah bidadari bumi. Menyuguhkan sanjungan, dengan secangkir kopi pahit tanpa kedustaan.

Sesekali ucapnya bak belati, tajam lantas perih. Namun sadarkah, tiap kata hina tak bermakna terselip selipat peduli. Yang paling tidak ingin melihat kau jatuh.

Menggenggamu erat ia disaat rapuhmu, bukan berjalan didepanmu, bukan pula di belakangmu. Tapi disampingmu, sebagai obat pelipur lara atas kejamnya dunia.

Maka jangan membisu, sebab aku butuh suaramu untuk mencaciku.

Jangan tuli, sebab akan kulantunkan sabda pembangkit semangat ini.

Lalu jangan menjauh, karna tak mampu kuguncangkan dunia tanpamu.

Friday, 15 September 2017

Jerit Lara


Bahkan jika kemungkinan terburuk itu terjadi. Saat bukan namaku yang tertera dalam hatimu, maka dengan penuh lirih bukan lagi sebuah samudra yang akan kutampakan di depanmu, melaikan pusara tempat beristirahatnya airmata. Tempat dimana bersemayam dengan tenang sepucuk harapan yang mati sebelun menuai kebahagiaanya. Juga sekeping hati yang terkapar lirih, merintih sedih, menyeruakan tanya kenapa kepingan lainnya tak mendekapnya.
Lalu, sebuah tanya menghampiri? Apa yang kini tengah ada dibenakmu saat ini. Apakah sepucuk rindu tengah kau tanam dalam hatimu? Mungkinkah desir cinta sedang menjalar keseluruh tubuh, melemaskan persendian, dan melunglaikan bibirmu hingga dengan mudahnya senyum itu tercipta.
Hampir gila aku dirundung cinta. Yang resahnya selalu tertuju padamu. Baik pagi buta, atau malam yang gelap gulita, hanya senyummu yang teruntai dalam isi kepala. Entahlah, kenapa sedalam ini aku begitu mendambakanmu. Mungkin kaulah senyumku yang hilang diwaktu lalu. Maaf aku menggilaimu, sebab rasaku tak mampu kubendung akan cintaku padamu.
Dan pada akhir kaya, syair cinta tentang memujapun tercipta. Akan aku beri nama ia, Peri Satu Wajah.

Merona pelangi, lembutnya tatapmu.
Dambakan cahaya terangi duniaku.
Engkau bagai dewi, peri satu wajah.
Kau hadirkan cinta, hiasi hidupku selamanya.
Sebening embun pagi kurasakan cintamu.
Takmungkin lagi ada, gundah yang terlihat.
Abadi satu wajah, tak akan terlupa selamanya.
Engkau bunga abadiku, tolong tetap temani aku.
Engkau bunga yang terindah.
Engkau, Peri Satu Wajah.


Gesang Aji Saka.

Sunday, 10 September 2017

Bisu

Syair pemikat bimbang kembali terngiang.
Lantas, petang tampakan wajahmu nan rupawan.

Malampun menggeliatkan resah sang bintang.
Debur ombak campakan usang.
Menghantam karang, risauku kian kelam.

Hembus angin bak nada tanpa suara.
Beriak gelisah tanda hati yang gundah.
Menrindumu, nadi yang kucari.

Friday, 18 August 2017

Sesal

Jika kau percaya akan hati.
Maka, jangan dengarkan sabda sipembenci.

Tenanglah dalam diam.
Hingga dendam takan menjadi kelam.

Kemudian dekaplah aku hingga kau bermimpi.
Sampai sang malam berlutut iri.

Simponi perih menyeruak sedih.
Sebab dekapanmu terus merintih.

Dan, habislah bimbangmu terbunuh sepi.
Karena tak lagi ada hadirku pagi ini.

Sunday, 16 July 2017

Tak Mampu

Dan lisanku tetap terdiam. Biarkan terjaga ia dengan rahasianya. Tetap tertegun, membayangkan sang dewi duduk pada singgahsana hati.

Aroma hadirnya merajah setiap bagian darah. Melebur dingin menjadi napas kerinduan. Hush, cinta ini mencumbuku.

Tidak kah mengerti hadirmu, yang anggun tetap dengan gaun senyum itu. Berdansa, bercanda, serta tertawa riang merangkai risau menjadi bahagia.

Hehe, sungguh memuakan rindu ini. Yang hangatnya ingin terutarakan, namun luput dengan sebuah kedudukan. Kedudukanku, yang hanya mencintaimu.
Dan kamu, pecinta yang lainnya.

Tuesday, 9 May 2017

IYA, AKU SANGAT MEMBUTUHKANNYA.

Bukankah kau membutuhkannya? Sebuah pelukan hangat dengan berbantal rasa sayang. Dimana selipat selimut yang rapi berlapiskan rasa haru seraya memanggil, "Kemarilah, hamipiri aku. Akan kusuguhkan kenyamanan dan rasa tenang untukmu."

Bukannkah kau membutuhkannya? Duduk bersimpuh dengan kedua tangan yang terbuka. Lalu tengadahlah wajamu sambil dilantunkannya bait-bait doa. Memanjatkan pujian, juga rintihan kesedihan.

Bukankah kau mebutuhkannya? Restu dari jari-jemari yang lusuh akibat ulahmu. Tubuh yang renta karena termakan usia, namun, di tempatkan surga ditelapak kakinya.

Bukankah kau membutuhkannya? Teriakan canda dan tawa pelipur lara, dari segerombolan manusia yang selalu menemani hari-harimu. Dengan secangkir kopi yang kau teguk bersama, kemudian berlalulah resahmu seiringan dengan malam menuju pagi buta.

***

Sunday, 2 April 2017

Gadis Pengantar resah

Dengan tangan terbuka didepan dada, bersimpuh kau panjatkan doa tentang sebuah nama.
Dengan lirih kau berkata, seraya kau teteskan air mata.
Sepertiga malam menjadi saksi. Jeritan si gadis pengantar resah. Tentang ia yang menggantungkan doanya dipucuk langit, berharap Sang Tuhan menghapus kesedihannya.

Sunyi malam semakin menenggelamkannya. Semakin pudar binar kebahagiaan di wajahnya. Entahlah, sudah berapa banyak air mata yang terjatuh sia-sia. Sungguh begitu menderitanya kau gadis pengantar resah!

Tak perlu lagi kau peluk duri dalam kenanganmu. Semakin kau berharap, semakin kuat ia mengikat, semakin jauh pula engkau tersesat.

Tapi tenanglah duhai gadis pengantar resah, gulita akan berganti cahaya. Yang pergi akan terganti. Air matamu akan terhenti, dan akan kembali muncul senyummu dipipi.


3 April 2017

Teruntuk menghapus kesedihannya.

Gesang Aji Saka

Wednesday, 4 January 2017

Kau laksana bunga arwah yang hilang ditelan cahaya. Kau bungaku, bukan untukku.

Tuesday, 3 January 2017

Kabar untuk sahabat

Bisakah kau membantuku? Sedikit saja, untuk merenggangkan semua beban yang tengah mengikatku erat.
Bisakah kau menolongku? Sebentar saja, untuk melucuti sedikit batu yang tengah menimpa bahuku sedari kemarin.
Sediakah kau barang sejak? Hanya sejenak, aku hanya ingin kau menemaniku menangis malam ini.

Hariku semakin kelabu sahabat, tak kah kau rasakan itu? Saat tawaku semakin terasa sesak dan hanya sesekali berteriak.
Candaku tak lagi selucu dulu, ketika secangkir kopi hitam kita angkat berdua. Semua telah hanyut seiringan angin cobaan hidup menerpa.