Bahkan
jika kemungkinan terburuk itu terjadi. Saat bukan namaku yang tertera dalam
hatimu, maka dengan penuh lirih bukan lagi sebuah samudra yang akan kutampakan
di depanmu, melaikan pusara tempat beristirahatnya airmata. Tempat dimana bersemayam
dengan tenang sepucuk harapan yang mati sebelun menuai kebahagiaanya. Juga sekeping
hati yang terkapar lirih, merintih sedih, menyeruakan tanya kenapa kepingan
lainnya tak mendekapnya.
Lalu,
sebuah tanya menghampiri? Apa yang kini tengah ada dibenakmu saat ini. Apakah sepucuk
rindu tengah kau tanam dalam hatimu? Mungkinkah desir cinta sedang menjalar
keseluruh tubuh, melemaskan persendian, dan melunglaikan bibirmu hingga dengan
mudahnya senyum itu tercipta.
Hampir
gila aku dirundung cinta. Yang resahnya selalu tertuju padamu. Baik pagi buta,
atau malam yang gelap gulita, hanya senyummu yang teruntai dalam isi kepala. Entahlah,
kenapa sedalam ini aku begitu mendambakanmu. Mungkin kaulah senyumku yang
hilang diwaktu lalu. Maaf aku menggilaimu, sebab rasaku tak mampu kubendung
akan cintaku padamu.
Dan
pada akhir kaya, syair cinta tentang memujapun tercipta. Akan aku beri nama ia,
Peri Satu Wajah.
Merona
pelangi, lembutnya tatapmu.
Dambakan
cahaya terangi duniaku.
Engkau
bagai dewi, peri satu wajah.
Kau
hadirkan cinta, hiasi hidupku selamanya.
Sebening
embun pagi kurasakan cintamu.
Takmungkin
lagi ada, gundah yang terlihat.
Abadi
satu wajah, tak akan terlupa selamanya.
Engkau
bunga abadiku, tolong tetap temani aku.
Engkau
bunga yang terindah.
Engkau,
Peri Satu Wajah.
Gesang
Aji Saka.