Friday, 15 September 2017

Jerit Lara


Bahkan jika kemungkinan terburuk itu terjadi. Saat bukan namaku yang tertera dalam hatimu, maka dengan penuh lirih bukan lagi sebuah samudra yang akan kutampakan di depanmu, melaikan pusara tempat beristirahatnya airmata. Tempat dimana bersemayam dengan tenang sepucuk harapan yang mati sebelun menuai kebahagiaanya. Juga sekeping hati yang terkapar lirih, merintih sedih, menyeruakan tanya kenapa kepingan lainnya tak mendekapnya.
Lalu, sebuah tanya menghampiri? Apa yang kini tengah ada dibenakmu saat ini. Apakah sepucuk rindu tengah kau tanam dalam hatimu? Mungkinkah desir cinta sedang menjalar keseluruh tubuh, melemaskan persendian, dan melunglaikan bibirmu hingga dengan mudahnya senyum itu tercipta.
Hampir gila aku dirundung cinta. Yang resahnya selalu tertuju padamu. Baik pagi buta, atau malam yang gelap gulita, hanya senyummu yang teruntai dalam isi kepala. Entahlah, kenapa sedalam ini aku begitu mendambakanmu. Mungkin kaulah senyumku yang hilang diwaktu lalu. Maaf aku menggilaimu, sebab rasaku tak mampu kubendung akan cintaku padamu.
Dan pada akhir kaya, syair cinta tentang memujapun tercipta. Akan aku beri nama ia, Peri Satu Wajah.

Merona pelangi, lembutnya tatapmu.
Dambakan cahaya terangi duniaku.
Engkau bagai dewi, peri satu wajah.
Kau hadirkan cinta, hiasi hidupku selamanya.
Sebening embun pagi kurasakan cintamu.
Takmungkin lagi ada, gundah yang terlihat.
Abadi satu wajah, tak akan terlupa selamanya.
Engkau bunga abadiku, tolong tetap temani aku.
Engkau bunga yang terindah.
Engkau, Peri Satu Wajah.


Gesang Aji Saka.

1 comment: