Tuesday, 28 October 2014

KEBAHAGIAAN?

            Kebahaagiaan? Apa sih kebahagiaan itu? Kapan kebahagiaan itu datang? Dari mana asalnya kebahagiaan itu? Apa kebahagiaan datang seiringan dengan kenyamanan? Terus, kenapa sampai sekarang aku belum merasakan yang namanya kenyamanan? Dan yang paling penting, sampai sekarang aku belum dapat yang namanya kebahagiaan.
Apa dari tampang? Status sosial seseorang? Atau mungkin, dari tingkat keterkenalan seseorang dikalangan teman-temannya? Tapi kenapa aku tidak dapat kebahagiaan itu dari Dika? Kurang apa coba Dika. Ganteng, keren, anak band pula. Dia juga termasuk salah satu anak terkenal di sekolah. Percintaan aku sama Dika cuma bertahan tiga bulan. Awalnya aku seneng banget, karena bisa pacaran sama salah satu anak eksis di sekolah. Soalnya banyak keutungan yang aku dapat. Salahsatu keuntungan yang aku dapat dari  jadian sama Dika, aku jadi bisa ikutan esksis disekolah. Banyak yang kenal aku, karna aku pacarnya Dika. Terus juga, jadi banyak yang iri sama aku. Jelas saja pada iri, Dika kan pujaan cewek-cewek genit di sekolah, karena kegantengan dan ke-eksiannya.
Biarpun Dika cowok idaman kaum hawa di sekolahku, Dika tidak bisa membuatku nyaman ketika aku berada disampingnya. Dia terlalu kaku ketika sedang berada di dekatku. Bercandaannya juga kadang suka gak lucu. Tapi karena aku menghargai dia, jadi yaa terpaksa aku ikutan ketawa. Dika termasuk laki-laki yang suka berbohong. Kadang dia selalu beralasan mengatar ibunya ke mall, padahal malah nongkrong sama teman-temannya. Aku sangat tidak suka dibohongi. Sebab itu aku merasa tidak nyaman dengan dika.
 ( Tiba-Tiba hapeku berbunyi, satu pesan singkat masuk) sebentar, aku liat hape dulu.
“Nila pasti lagi bete yah? Jangan cembrut gitu dong, nanti manisnya hilang loh” Apaan sih nih si Farizan ga jelas banget kirim sms kayak gitu. Farizan itu temen sekelas aku. Dia anaknya super aktif. Selalu ketawa. Kayaknya ga ada beban gitu dihidupnya. Kalau aku lagi bete atau lagi cemberut, dia paling senang meledeki aku dengan kata-kata yang sama persis di sms itu. Terkadang aku suka ilfil sama kelakuannya yang suka ga jelas itu, tapi kadang juga kalo aku lagi suntuk karena tidak ada guru masuk, aku terhibur banget sama tingkahnya yang super konyol. Lohhhhh!!!! Ko jadi bahas si Farizan yang ga jelas itu siii! Balik lagi ke masalah aku dengan kebahagiaan.
            Aku juga pernah punya pacar namanya Nico. Dia salah satu anak eksis juga di sekolahnya. Memang sih gak seganteng Dika, tapi Nico itu jago banget main futsalnya. Mungkin itu yang membuat aku suka sama dia. Siapa coba yang gak mau sama anak futsal? Pasti ada ko yang gak mau. Hihihi. Aku suka sama Nico yaa karena aku memang seneng sama cowok yang jago main futsal. Hmm, kayaknya mantanku gak jauh-jauh ya dari anak eksis. Hihihi. Maklum kata teman-temanku, aku ini manis. Jadi yaa wajar dong kalo aku bisa dapetin mereka berdua.
            Percintaanku dengan Nico hanya berahan dua bulan saja. Alsannya sama kenapa aku memutuskan untuk meninggalkan Nico. Iya, apa lagi kalau bukan aku tidak nyaman dan tidak bahagia. Nico sebenarnya cowok yang baik, dia selalu ada untukku. Dia juga  jujur. Hanya saja dia selalu genit kepada cewek-cewek yang mendekatinya. Bahkan kadang ketika dia sedang bersamaku, masih bisa-bisanya dia melirik cewek-cewek yang sedang lewat. Belum bahagiain aku, malah udah nyakitin aja.
            Hmm. Aku harus mencari cowok yang seperti apa lagi biar aku bisa merasakan yang namanya kebahagiaan? Aku masih punya beberapa mantan lagi. Tapi gamungkin semuanya aku certain disini. Padahal rata-rata dari mereka memenuhi semua kriteria yang semua cewek manapun mau. kenapa mereka tidak bisa membuatku nyaman? Juga tidak bisa membuatku bahagia?
 (Hapeku kembali berbunyi, satu pesan singkat masuk. Dari orang yang sama. Farizan)
“Nila, rambutnya jangan di iket dong. Kamu terlihat lebih manis kalau rambutmu digerai” kenapa dia tau apa yang sedang aku lakukan dan aku rasakan sekarang? Dan kenapa dia juga tau kalau aku sedang tidak mengikat rambutku? Aku memang jarang mengikat rambut. Apalagi kalau dikamar yang suhunya lebih panas dari ruang tengah, pasti aku selalu mengikat rambutku.
Apa Farizan sedang ada di kamarku? Sedang mengintipku. Huuuuhhh kalau memang benar dia ada diakamarku, akan ku hajar dia. Tidak sopan berada dikamar perempuan malam-malam seperti ini. Kemudian aku mencoba memeriksa jendela kamarku, aku lihat keluar, tidak ada siapapun diluar. Hanya ada hembusan angin malam. Aku coba cek di kamar mandi pun tidak ada. Aku coba periksa di laci mejaku, ah, tapi yamasa dia ada di dalam laci mejaku. Hihihi.
Ketika aku berjalan melewati kaca di meja riasku, kucoba melihat sejenak diriku. Lalu kulepaskan ikatan rambutku hingga rambutku tergerai menjulur. “Emm.. kalu dilihat-lihat, aku memang lebih cantik kalau di gerai.” Gumamku dalam hati, membanggakan diriku sambil tersenyum sendiri. Hihihi. Kemudian aku kembali ketempat tidur dan menghempaskan tubuhku. Tanpa sadar aku terlelap.
***
Aku sudah ada di depan gerbang sekolah. pagi ini aku terlambat bangun dan membuatku terlambat pergi kesekolah karena semalam terlalu asik curhat dengan laptopku. “Pak, tolong bukain dong gerbangnya, saya kan cuma terlambat lima menit.” Mintaku lirih kepada bapak satpam penjaga gerbang. “Tidak bisa dek, ini perintah ibu wakasek” Jawab pak satpam. Tak lama kemudian datanglah seorang cowok dengan motor supranya yang kurang lebih motor itu berumur sama dengan umur adikku yang sekolah disekolah dasar kelas satu.
“Nilaaa minggirrrr!!!!!!!” Teriak Farizan dengan kondisi sepedamotornya masih kencang yang akhirnya menabrak gerbang sekolah. Setelah itu Farizan terkena marah ibu wakasek karna menabrak gerbang sekolah. Aku hanya bisa tertawa melihat Farizan terkena marah ibu wakasek. Hihihi.
“Nil, kita kan dipulangin nih, kamu mau kemana?’’ Tanya Tarizan.
“Aku mau pulang.” Jawabku.
“Gimana kalau kita jalan aja, yaa nyari angin. Kita cariin tuh si angin, aku disuruh nyariin si angin sama emaknya, katanya dia disuruh matiin kompor”
“Hahaha, kamumah bercanda aja si zan, yamasa si angin lagi main, disuruh pulang cuma buat matiin kompor doang hahaha”
“Hahaha, ih emang bener tau nil, emaknya si angin lagi nyuci soalnya hahaha”
“Hahaha, yaudah ayok, kita jalan-jalan”
            Sebenarnya aku tidak ingin jalan dengan Farizan, karena aku bingung mau kemana saja jadi aku menerima tawarannya. Farizan itu anaknya selengean, dandanannya tidak pernah rapi. Bajunya selalu dikeluarkan. Rambutnya tidak pernah disisir, dia selalu membiarkan rambunya acak-acakan. Katanya si keren, masa yang kayak gitu dibilang keren.
Kata teman-temanku dia menyukaiku sejak kita masuk di kelas yang sama. Dia sering juga menunjukan tanda-tanda kalau dia menyukaiku. Seperti meneraktirku makan, membantuku mengerjakan tugas Bahasa Indonesia, yang memang dari dulu aku tidak terlalu suka dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Makannya aku selalu mendapat nilai jelek dalam pelajaran itu. Masih banyak lagi tanda-tanda kalau dia menyukaiku, tapi aku tidak pernah menghiraukannya. Dia terlalu biasa dimataku.
***
Disepanjang perjalanan Farizan selalu saja melawak, apapun yang kita lewati dan kita temui selalu saja dia komentari. Seperti ketika kami akan melewati seorang anak kecil yang berjalan sendirian, Farizan menancap gasnya lalu meneriakan “Woooyyy!!!!” Ke arah anak kecil itu, hingga kaget dan menimbulkan gerakan refleks yang sangat lucu. Aku dan Farizan tertawa terbahak melihat reaksi kaget anak tersebut.
Kemudian sampailah kami disebuah rumah makan. Aku memang sekelas dengan Farizan, tapi aku tidak terlalu mengenalnya. Yang aku tahu dia hanya anak yang sangat aktif, nakal, petakilan, dan selalu saja menggodaku. Aku banyak bertanya tentang dirinya. Ternyata dibalik semua keburukannya, dia mempunyai nilai plus. Farizan sangat pintar dalam hal sastra dan sejarah. Khususnya sastra dan sejarah indonesia. Pantas saja nilaiku selalu bagus kalau Farizan membantu mengerjakan tugas Bahsa Indonesia. Dia juga sangat bijaksana dan dewasa ketika aku meminta pendapatnya tentang hal apapun. Apalagi dalam urusan hati dan agama.
Kini pandanganku terhadap Farizan mulai berubah. Image dia tidak lagi seburuk yang aku bayangkan selama ini. Kini aku tengah menatapnya perlahan. Melihatnya sedang menikmati makanannya. Mungkin dia lelah karna terlalu banyak mengeluarkan energi sepanjang perjalanan tadi hanya untuk membuaku tersenyum.
Hari sudah mulai sore. Ketika perjalanan mengantarku pulang, tiba-tiba saja Farizan berheti. Aku bingung kenapa dia berhenti. Ternyata Farizan berhenti karena melihat seorang kakek tua yang sedang menjajakan jejengkok (sejenis bangku kecil) nya di pinggir jalan. Kemudian Farizan membeli jejengkok itu tiga buah. “Hey, buat apaan kamu jejengkok itu?” Tanyaku heran. “Gak tahu.” Jawabnya dengan polos. “Terus kenapa kamu beli kalau kamu gak tau itu buat apa?” Aku kembali bertanya. “Emm.. sekarang aku belum tau ini buat apa, tapi nanti ini bakal bermanfaat ko. Aku Cuma pengen berbagi sedikit rezekiku buat anak kakek itu yang sedang menunggunya pulang dengan membawa uang. Kamu lihat sendiri kan? Jejengkok itu belum ada yang laku terjual satupun tadi.” Mendengar jawaban dari Farizan sontak membuatku terdiam. Dia masih bisa memikirkan rezeki orang lain dengan cara membeli barang yang dia tidak tahu barang itu akan berguna atau tidak untuknya.
Malam ini aku tidak bisa tidur. Dikepalaku teringat kejadian tadi siang bersama Farizan. Terlebih setelah apa yang sudah aku lalui bersamanya hari ini. Masih teringat jelas bagaimana kebaikan seorang Farizan yang selama ini aku kenal nakal, petakilan, dan genit terhadapku ternyata mempunyai hati yang semulia itu. Aku yakin, itu bukan cara untuk membuatku simpati kepadanya. Telihat sangat spontan ketika dia membeli jejengkok itu, dan jawaban yang sangat polos yang keluar dari mulutnya ketika aku bertanya kepadanya. Hatiku berdebar kencang. Debaran jantung mulai berdecak. Hempasan angin menghantam setiap rongga hatiku. Sihir apa yang sudah Farizan gunakan? Hanya beberapa jam saja dia sudah membuatku merasa nyaman berada di dekanya. Ada apa dengan hatiku? Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Bahkan dengan mantan-mananku sebelumnya. Ada apa denganku? Kenapa ada perasaan yang aneh ketika aku di dekatnya. Kenapa aku ingin berlama-lama dengan cowok aneh ini? Cowok yang tidak pernah aku hiraukan perasaannya. Ahh, mungkin saja ini hanya efek dari kesenaganku karena tingkah konyolnya saja. Kucoba tepis perasaan aneh itu dan memejamkan mata.
***
Keesokan harinya aku tidak lagi acuh dengan tingkah Farizan. Entah mengapa aku selalu merasa senang ketika ia menggodaku. Dia selalu membuatku tersenyum.
Hari demi hari kami sudah mulai semakin dekat. Karena kedekatan kami, sekarang aku tau semua yang baik dan yang buruk dari Farizan. Begitu juga dengan Farizan. Dia kini telah mengetahui banyak tentangku. Siapa yang sangka, cowok yang perasaanya selalu kuacuhkan, malah dari dia aku bisa merasakan kenyamanan. Meskipun aku belum merasakan kebahagiaan, setidaknya aku suadah tau rasanya kenyamanan ketika berada di dekat seseorang. Siapa yang sangka, cowok yang dulu aku anggap tidak pantas denganku karena kurang ganteng, sebab aku selalu membandingkan cowok yang mendekatiku dengan mantan-mananku yang kebanyakan dari mereka adalah cowok-cowok ganteng. Malah sekarang dia yang membuatku tersenyum. Siapa yang sangka kalau cowok biasa-biasa saja, tidak eksis di sekolah malah dari dia aku mendpatkan banyak pelajaran bagaimana tentang menghargai dan menikmati pemberian tuhan.
Perjuangan Farizan selama ini tidak sia-sia. Kini aku mualai menyukainya. “Ahh, mana mungkin aku menyukai cowok kayak Farizan yang bandel itu?” Gumamku dalam hati. Setiap perasaan aneh itu muncul, berkalili-kali itu pula aku coba menepisnya. Aku coba anggap semua yang terjadi denganku hanya karena efek samping terlalu dekat dengan Farizan. Padahal dalam hatiku, aku tak bisa memungkiri, kalau aku sekarang memang menyukai Farizan. Aku nyaman berada di dekatnya, dia selalu membuatku tersenyum dengan tingkah konyolnya. Iya. ini bukanlah efek dari terlalu sering dekat dengan Farizan, ini adalah rasa sayang, ini cinta. Kini hatiku telah yakin dengan perasaanku. Kalau aku menyukai Farizan. Tapi apakah Farizan masih menyukaiku? Aku sudah mengacuhkan perasaanya selama enam bulan ini. Kesenangan dan senyumku kini berganti dengan kucuran kegelisahan. Kegundahan menggelayuti setiap lamunanku. Kenapa setelah aku yakin dengan perasaanku, malah sekarang aku tidak yakin dengan perasaan Farizan terhadapku. Padahal baru saja aku merasakan kebahagiaan, kenapa secepat ini dia berlalu. Kerisauan ini menemaniku hingga terpejamnya mataku.
***
Hari ini aku sudah jajian dengan Farizan unuk bertemu sepulang sekolah. Rencananya aku akan mengutarakan perasaaku terhadapnya. Aku idak perduli apapun jawabannya. Kalau dia menerimaku, aku akan sangat bersyukur dan bahagia. Tapi kalau dia menolakku, dengan sangat terpaksa aku akan menjauh dari kebahagiaan yang baru saja aku dapatkan.
Langit semakin gelap. Langit sudah menitikan banihnya satu demi satu. Aku sudah menunggu sejam ditaman ini, tapi Farizan tidak juga datang. Hujan kini mengguyur bumi dan membasahi sekujur tubuhku. Aku hawatir Farizan tidak datang untuk menemuiku. Kalau sampai dia tidak datang, hancur sudah semua perasaan dan semua harapanku. Kegelisahan kian erat menggelayutiku. Aku sudah mulai tertunduk lesu karena sampai saat ini Farizan tidak juga datang. Ketika aku sudah beranjak meninggalkan taman, menelusuri jalan dengan jutaan rasa kecewa dan kesedihan, tiba-tiba saja terdengar suara. “aku fikir kamu bakal nunggu aku sebentar lagi nil.” Aku menoleh kearah tersebut yang ternyata adalah Farizan yang berdiri di bawah cahaya lampu jalan dengan basah kuyup. “Aku suka sama kamu Nila dari sejak pertama aku tau kita satu kelas. Aku suka senyum kamu nil, makannya aku akan melakukan apapun supaya kamu bisa tersenyum nil. Aku suka sama kamu nil udah lama, tapi aku takut buat ngutarain perasaan aku, karena aku tau aku bukan tipe kamu. Aku bukan cowok eksis. Aku anak nakal nil. Aku ga ganteng Nila. Aku gak tajir. Dan aku ga sekasta samakamu nil.” Mendengar ungkapan Farizan aku langsung menitikan air mata. Hatiku terasa terenyuh. Debaran jantungku tidak menentu. Aku tidak bisa membendung rasa bahagiaku. Tanpa berkata apapun aku lalu berlari menuju Farizan dan memeluknya. “kamu memang buakn tipe aku zan. Kamu memang gak ganteng. Kamu memang gak eksis. Tapi kamu bisa bikin aku nyaman dan bahagia. Kamu memang gak sekasta sama aku. Tapi kamu bisa bikin aku sayang sama kamu zan.”
Dan pada akhirnya aku bisa menemukan kebahagiaan. Ternyata kebahagiaan bukan terdapat dari ketampanan seseorang. Bukan juga dari tingkat ketajiran dan keeksisan seseorang. Melainkan dari hati yang suci, ketulusan, kasih sayang, kejujuran, kelembutan dan cinta. Tidak perduli siapapun orang itu, apapun statusnya, dan bagaimanapun keadaannya. Ketika seseorang memiliki ketulusan, saat itu dia akan mendapat kebahagiaan.


Pamulang, 16 September 2014
GESANG AJI SAKA





2 comments: