Tuhan menciptakan jutaan rasa dalam sebuah gumpalan
daging yang disebut hati. Diantara jutaan rasa itu, tuhan menciptakan satu rasa
yang setiap manusia pasti akan merasakannya. Rasa yang tak bisa diukir oleh
logika, tidak pula bisa di nalar oleh matematika. Cinta. Itulah sebutan tuhan
untuknya. Aku tidak bisa mendeskripsikan tentang rasa yang satu ini, aku juga tidak terlalu mengerti tentang rasa
ini. Yang aku tahu, semua rasa yang ada didalam hati, bermuara pada satu rasa
yang sama, yaitu cinta.
Aku memang tidak mengerti apa itu rasa cinta. Tapi aku
pernah merasakannya, merasakan sentuhannya yang indah, merasakan perihnya yang
menyiksa, dan merasakan dekapannya yang begitu nyaman. Namaku Arinda, dan aku
akan berbagi kisahku kepada kalian tentang rasa cinta yang pernah aku alami.
***
Pagi ini terasa berbeda, nyanyian burung lebih keras dan
terasa lebih ramai. Sambutan sinar mentari pun lebih hangat dari biasanya.
Entahlah apa yang akan terjadi padaku hari ini. Mungkin saja aku akan menemukan
cintaku? Hehe, aku terlalu berharap. Memang selama ini belum ada satu cowok pun
yang mampu menyentuh hatiku. Aku juga tidak mengerti kenapa seperti itu,
mungkin kebanyakan dari mereka hanya tertarik pada kecantikanku, bukan hatiku.
Aduh, maaf ya, ini bukan akunya yang pede loh, tapi memang benar aku ini cantik
kata teman-temanku. Bahkan diantara mereka ada yang memiripiku dengan Heyley
Williams.
Setelah selesai aku menikmati pagi yang indah ini, segera
aku bergegas menuju sekolah. Seperti biasa, aku berangkat sendirian, menelusuri
jalan dengan pohon-pohon rindang disekitarku. Bandung memang sangat sejuk
ketika pagi hari. Saat diperjalanan aku merasa haus, kemudian aku membeli
sebuah minuman dan kulanjutkan perjalananku. Sesampainya aku di depan gerbang
sekolah, tiba-tiba saja ada yang menabrakku sehingga minuman yang ku pegang
mengenai bajuku. Aku membersihkan bajuku dari noda minuman itu, setelah selesai
aku membersihkannya, aku mencari siapa yang menabrakku tadi. Tapi sayang orang
itu sudah tidak ada.
Sekarang aku sudah berada di dalam kelas. Nugi yang
melihat bajuku kotor langsung spontan menanyaiku apa yang telah terjadi
denganku. “Kamu kenapa rin? Kok baju kamu kotor gitu sih?” Tanya Nugi. Nugi
adalah sahabatku, aku dengan Nugi sudah bersahabat sejak kelas satu. “Aku
gapapa ko gi, cuma tadi pas aku sampai di gerbang sekolah, ada yang nabrak aku,
terus minuman yang sedang aku pegang tumpah ke baju.” Jawabku pelan. “Kamu tau
siapa yang nabrak? Terus dia minta maaf gak?” Nugi kembali bertanya kali ini
dengan nada kesal. “Gak tau gi, ketika aku selesai membersihkan bajuku, dia sudah
tidak ada.” Belum selesai pembicaraanku dengan Nugi, Ibu Syuryati wali kelasku
memasuki kelas dengan seorang cowok. “Anak-anak! Semuanya harap diam! Duduk
ditempat masing-masing!” Ucap ibu syur lantang. “Anak-anak, hari ini kalian
kedatangan murid baru, dia pindahan dari Jakarta. Silahkan nak, perkenalkan
dirimu.” Ibu syur mempersilahkan cowok baru itu untuk memperkenalkan diri.
“Perkenalkan, nama saya Radit. Saya pindahan dari
Jakarta. Saya pindah kesini karena orang tua saya dipindah tugaskan ke sini.”
Ucap cowok itu. Kemudian ibu syur menyuruh cowok baru itu duduk di sebelah Nugi.
Pelajaran kemudian berlanjut sampai bel istirahat berbunyi.
Ketika aku sedang berada dikantin, aku bingung untuk
duduk dimana, kantin hari ini sangat ramai sekali tidak seperti biasanya.
Biasanya kantin baru ramai saat jam istirahat kedua. Tiba-tiba saja ada yang
memanggilku. “Arinda! Sebelah sini!” Rupanya Nugi yang memanggilku. Dia sedang
bersama seseorang, ternyata cowok baru itu. Segera aku menuju kearah tempat
duduk Nugi. “Dit, kenalin, ini Arinda sahabat aku.” Ucap Nugi kepada cowok baru
itu sambil mempersilahkanku duduk. “Radit.” Ucap cowok itu. “Arinda.” Balasku.
Aku langsung akrab dengan Radit, Nugi pun sepertinya
seperti itu. Radit memang terlihat seperti anak baik-baik, mungkin itu sebabnya
aku dan Nugi langsung akrab dengan Radit. Nugi kemudian menceritakan kepada
Radit bagaimana aku dan dia bisa bersahabat. Banyak yang Nugi ceritakan
tentangku kepada Radit. Tentang aku yang belum punya pacar, tentang aku yang
menolak banyak cowok. Dan masih banyak lagi. “Udah dong gi, tentang aku mulu
yang diceritain.” Kataku sambil memasang muka cemberut. Nugi dan Radit hanya
tertawa mendengar kata-kataku. “Kamu manis kalau pasang muka kayak gitu.” Puji
Radit. Aku hanya tersenyum mendengar pujian Radit. Sementara Nugi sedang asik
menulis sesuatu di buku kecil miliknya. Nugi memang senang menulis di buku
kecilnya itu, entahlah apa yang ia tulis dibuku kecil miliknya yang selalu ia
bawa kamanapun ia pergi. Ia tidak pernah memperbolehkanku untuk melihatnya.
***
Keesokan harinya, ketika aku sedang mengambil buku
pelajaranku yang tertinggal di kolong mejaku aku menemukan sebuah bunga dan
kertas kecil menempel pada bunga itu. Di ketas itu bertuliskan. “tetaplah tersenyum, karena senyummu mampu
membuat taman bunga yang layu menjadi mekar kembali.” Siapa yang memberiku
bunga dan kata-kata ini? Ahh, munkin saja salah satu cowok yang suka denganku.
Tapi kalaupun iya, kata-katanya cukup romantis. Hihihi. “Anak-anak! Kumpulkan
tugas yang ibu berikan kemarin!.” Tiba-tiba ibu syur masuk kedalam kelas dan
mengagetkanku dari lamunanku. “Aduh, aku lupa membawa buku tugas itu” Gumamku
dalam hati. Aku kebingungan, bu syur pasti akan menghukumku karena tidak
membawa buku tugas itu apapun alsannya. “Nih, pakai buku aku saja, belum aku
namain ko bukunya.” Kata Radit kepadaku. “Ah tidak dit, terimakasih.” “Sudah
ini ambil, gak usah sungkan. Tuh sudah aku namai dengan namamu.” Paksa Radit
sambil tersenyum kearahku. Senyumnya tulus sekali sehingga aku tidak bisa
menolaknya. “Makasih ya dit, nanti kalau ada tugas lagi, aku akan mengerjakan
tugasmu sebagai tanda balas jasaku.” Ucapku kepada Radit. Radit hanya tersenyum
melihatku tanpa membalas kata-kataku.
Ketika jam istirahat aku melihat Radit sedang
membersihkan kamar mandi. Benar saja, bu syur pasti akan menghukum siapapun
yang tidak mengerjakan tugas darinya, apapun alasannya dan siapapun dia.
sekalipun dia anak baru. Kemudian aku menghampiri Radit. “Dit, maafin aku ya,
gara-gara aku kamu jadi di hukum sama bu syur.” Radit menaruh pelannya kemudian
menatap mataku sambil tersenyum. Ketika ia tersenyum hatiku langsung berdebar
kencang. sekejap aku langsung salah tingkah ketika ia menatapku. Belum pernah
aku merasakan perasaan seperti ini. Padahal banyak juga cowok yang berkorban
untukku, tapi aku tidak merasakan apapun terhadap mereka. Senyum Radit berbeda,
disenyum itu terselip ketulusan dan keikhlasan. “Kenapa melihatku seperti itu,
emm, ada yang aneh yah?” Tanyaku sambil melihat apa ada yang aneh dari
penampilanku. Radit kembali tersenyum. “Kamu cantik rin hari ini.” Dug,
jantungku semakin berdebar kencang. perasaan aneh mulai menggelayuti relung
hatiku. Kenapa dengan kata-kata seperti itu saja membuatku merasa deg-degan dan
salah tingkah seperti ini? “Aku kekantin dulu ya dit.” Aku langsung
meninggalkan Radit. Bukan karena aku tidak suka dipuji olehnya, tapi aku sudah
bingung berhadapan dengannya. Melihat matanya. Ditambah perasaan yang aneh ini,
dan jantung yang berdebar-debar tidak seperti biasanya.
***
Ketika perjalananku menuju rumah, langit terlihat sangat
gelap. “Sepertinya akan turun hujan.” Gumamku dalam hati. Tak berapa lama aku
menerka, langit menjatuhkan butir demi butir air. Segera aku lari menuju ruko
yang tidak jauh dariku. Benar saja, hujan turun sangat deras. Petir meggelegar
saling bertautan. Sangat dingin, ditambah bajuku lumayan basah terkena jatuhan
air hujan.
Aku
menunggu hujan sendirian, ruko tempatku berteduh ini tutup. Tidak ada orang
sama sekali. Jalananpun terlihat sangat sepi. Tiba-tiba saja sebuah sepeda
motor berjalan kearahku, aku sangat takut. Aku takut orang itu akan berbuat
jahat terhadapku, apalagi disini sangat sepi. Ketika orang itu sampai
didepanku, menyetandartkan motornya, kemudian berlari kearahku. Segera aku
bergeser menjauh. “Kok menjauh rin?” Kata orang itu sambil membuka helmnya,
ternyata orang itu adalah Radit. “Hmm, aku kira siapa dit. Aku sudah takut
saja.” Ucapku. “Tadinya aku mau langsung pulang, tapi aku melihat kamu
sendirian disini, jadi aku berhenti dulu, takut kamu kenapa-kenap.” Seperti
biasa, Radit pasti tersenyum setelah berbicara. “Makasih ya dit, sudah memperhatikanku.”
Kataku kepada Radit sambil membalas senyumnya.
Sejenak
aku dan Radit sama-sama terdiam. Kesenyapan menghantam kami berdua. Sementara
riuh dentuman hujan seakan menghakimiku bersamaan dengan jutaan rasa yang datang
tiba-tiba ini. Kini Radit sedang duduk bersebelahan denganku. Aku tak tahu apa
yang harus aku lakukan dan apa yang aku katakan. Tidak seperti biasanya,
biasanya aku selalu ada topik yang dibicarakan ketika bertemu dengan temanku.
Tapi kenapa dengan Radit berbeda? Dibenakku tidak terfikir sedikitpun tentang
apa yang ingin aku bicarakan. Yang aku rasakan hanya debaran jantung yang tidak
menentu ini saja.
“Emm,
dit, boleh tanya sesuatu gak?” Tku mencoba membuka pembicaraan.
“Iya
rin, boleh ko. Kamu mau tanya apa?” jawab Radit sambil melihatku dan tak lupa
dengan senyumnya yang manis.
“Apa
si cinta itu dit?”
“Emm,
cinta ya rin? Cinta apaan ya? Aku juga ga tahu rin. Aku tidak bisa
mendefinisikan cinta itu apa dari dulu. Terlalu banyak juga definisi cinta
menurut para penyair dan sastrawan. Mereka punya pendapat masing-masihng tentang
cinta.”
“Contoh
definisi cinta menurut para penyair sama sastrawan itu?” Aku kembali bertanya.
“Banyak
rin, contohnya kalau menurut Khalil
Gibran “Cinta
mengarahkan manusia kepada Tuhannya karena cinta pulalah Tuhan mempertemukan
manusia dengan manusia lainnya. Cinta sesungguhnya adalah cinta atas nama Tuhan
yang termanifestasi kepada cinta lain terhadap Tuhan, seperti cinta kepada
sesama, cinta terhadap keindahan, dan cinta-cinta lainnya.” kalau menurut Buya Hamka “cinta adalah
perasaan yang mesti ada dalam diri manusia, seperti halnya setetes embun yang
turun dari langit, bersih, dan suci. Hanya tanahnya saja yang berlainan
menerimanya. Jadi, jika cinta jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlan kedustaan,
kedurjanaan, dan perkara tercela. Namun jika ia jatuh pada tanah yang subur,
muncullah kesucian hati, keihklasan, kesetiaan, dan perkara terpuji lainnya.”
Ada lagi menurut Tere Liye “Cinta
hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan
senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gilau kepala ikan, suka
mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang
disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita bersarkan, terus
menggumpal membesar. Coba saja kau cuekin, kau lupakan, maka gumpal cinta itu
juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan.” sedangkan
menurut baginda Nabi kita Muhammad SAW “cinta sejati adalah sesuatu yang
membuat seseorang lebih suka berbicara dengan yang dicintai, lebih suka bersama
dengan yang dicintai, dan lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai
dibandingkan dengan kemauan orang lain atau dirinya sendiri.” Masih banyak lagi rin contohnya. Kalau
aku kasih tau satu-satu bisa besok selesainya.”
“Ternyata kamu tau banyak ya tentang
sastra dit.” Pujiku.
“Ahh, engga ko rin, aku cuma tau
sedikit saja. Aku memang menyukai sastra.”
“Pantas saja kamu dengan mudahnya
menjawab pertanyaanku.”
“Emm, ngomong-ngomong kenapa kamu
bertanya hal seperti itu?” Kini giliran Radit yang bertanya kepadaku. Kini
Radit tengah menatapku. Tatapannya sangat hangat. Dingin karena hujan ini
seolah sirna tergilas tatapannya. Jantungku berdebar lebih kencang dan tak
terarah. Aku hanya bisa mengalihkan padanganku ketika ia menatapku. Sesekali
aku salah tingkah karena tatapannya itu. Apa yang tengah terjadi denganku?
Perasaan aneh apa ini? Huhhh Radit, apa yang sudah kau lakukan terhadapku?
“Oh, engga ko dit, engga
kenapa-kenapa. Emm, lalu apa ada tanda-tanda dit ketika kita sedang merasakan
cinta?” Pertanyaan ini sengaja aku lontarkan untuk mengetahui apa yang sedang
terjadi denganku. Apakah ini cinta? Atau hanya kekaguman semata.
“Tentu ada rin, ketika kita sedang
merasakan cinta terhadap seseorang, kita akan lebih peka akan kehadirannya
disekeliling kita. Ketika kamu bertemu dengan orang itu, jantungmu akan
berdebar lebih kencang dari biasanya. Kamu tidak akan tahu apa yang akan kamu
lakukan ketika berada disampingnya. Yang kamu tahu hanya perasaan aneh sedang
menerpa hatimu.” Dug. Suara petir tak segempar kata-kata yang dilontarkan Radit
barusan. Apakah benar aku sedang jatuh cinta? Apakah benar aku jatuh cinta
dengan orang yang baru saja kenal denganku? Aku terdiam sejenak. Memikirkan
semua yang tengah kurasakan dan yang dikatakan Radit barusan. Tuhan, begitu
Maha Agung engkau dengan jutaan rasamu yang tak kutahu maknanya.
“Eh rin, hujannya sudah reda. Ayo
aku antar lkamu pulang.” Ucap Radit membuyarkan lamunanku.
Hujan malam itu sekan memberikan
isyarat apa yang akan terjadi padaku. Langit malam yang gelap, dengan sedikit
bintang yang muncul setelah hujan, menemaniku dengan Radit sepanjang perjalanan
pulang.
***
Hari demi hari aku lewati dengan
Radit. Kami semakin akrab dan semakin dekat. Banyak hal yang aku ketaahui
sekarang tentang Radit. Simpul demi simpul senyum selalu terlihat diwajahku. Sedikit
demi sedikit tumpukan rasa sayang mulai meninggi. Kenyamanan mulai bersandar
dihatiku. Rasa ingin terus bersamanya, rasa ingin terus ada disampingnya
menyelimuti setiap isi otakku. Tidak ada sedetikpun waktu yang kuhabiskan tanpa
memikirkan Radit. Sihirnya kini mulai mengikatku juga hatiku. Membawaku
berdansa dalam lantunan lagu indahnya. Mempersilahkanku untuk bertahta
disinggahsana hatinya yang dipenuhi kasih sayang, kelembutan, perhatian,
romantisme, dan masih banyak lagi jutaan keindahan yang Radit berikan
untukkukku.
Sementara disisi lain, secara
bersamaan Nugi menunjukan sikap yang berbeda terhadapku. Dia lebih ingin sering
bertemu dari biasanya. Dia lebih memperhatikanku dari biasanya. Kini dia sering
menanyakan kabarku, menanyakan aku sudah makan atau belum. Entahlah apa yang
sedang terjadi dengan Nugi. Yang aku tahu sekarang, aku bahagia.
***
Malam ini aku akan mengutarakan
perasanku terhadap Radit. Aku tidak perduli apapun anggapannya nanti tentangku
yang mengutarakan perasaanku duluan. Aku tak bisa lagi menahan perasaan ini.
Hati ini seakan menghujatku bila tidak mengutarakannya sekarang. Segera aku
beranjak dari tempat tidurkuk untu bergegas dandan yang cantik malam ini. Aku
mengenakan gaun berwarna merah dengan jaket levis agar tidak terlalu dingin.
Rambutku ku gerai. Aku pernah mendengar dari Nugi, katanya Radit sangat suka
dengan cewek yang rambutnya tergerai panjang. Aku perhatikan penampilanku dari
ujung kaki sampai ujung rambut dikaca kamarku. Aku takut ada yang kurang dengan
penampilanku. Aku ingin berpenampilan berbeda malam ini. Aku ingin tampil lebih
cantik dari biasanya. Aku melakukan ini semua hanya untuk dia. Raditku.
Ketika aku hampir sampai dirumah
Radit, tiba-tiba saja hujan turun dengan
derasnya. Aku berlari menuju rumah Radit. Untung saja rumah Radit sudah tidak
jauh lagi. Tapi biarpun begitu, bajuku lumayan basah.
“Assalamu’alaikum” Ucapku sambil
mengetuk pintu kemudian merapikan dandananku.
“Waalaikum salam” Jawab seorang
laki-laki dari dalam. Ketika pintu itu terbuka, rupanya Radit.
“Arinda! Apa yang kamu lakukan
malam-malam gini kerumahku? Main hujan-hujanan pula. Ayo masuk dulu, aku akan
mengambilkan handuk untukmu.” Radit mempersilahkanku masuk.
“Nih handuknya. Kamu kayak anak
kecil main hujan-hujanan. Terus canik banget lagi.” Ucap Radit sembari
memberikanku handuk, tidak lupa dengan senyumannya yang penuh dengan sihir.
“Makasih dit.” Aku tertunduk malu
ketika Radit memujiku.
“Ngomong-ngomong ada apa kerumah
malam-malam gini? Ada hal penting ya yang mau kamu sampaikan?” Tanya Radit.
“Emm, gini dit, aku kesini mau
ngomong sesuatu ke kamu.”
“Mau ngomong apa rin?”
“Emm, aku mau ngomong..” Ternyata
mengutarakan perasaan tidak semudah yang aku bayangkan. Jantungku berdebar
semakin kencang. Aku tidak bisa berkata apapun. Aku bingung untuk memulai dari
mana. Ketika aku sedang memikirkan bagaimana mengungkapkan perasaanku, aku
melihat hape Radit yang tergeletak di atas meja. Ketika hape itu menyala karena
ada pesan masuk, terlihat foto Radit dengan seorang cewek.
“Itu foto kamu sama siapa dit?”
Tanyaku.
“Oh ini, ini foto aku sama pacarku
yang di Jakarta. Aku pacaran sama dia sudah hampir dua tahun.” Dug, seketika hatiku hancur berantakan. Air
mataku tak bisa kubendung. Perasaan senangku kini berganti dengan kehancuran
dan sakit yang tidak tertahankan karena mendengar pernyataan Radit.
“Aku pulang ya dit.” Ucapku sambil
menahan air mata yang sebentar lagi membanjiri kelopak mataku. Hatiku hancur
laksana serpihan pecahan kaca yang tak jelas bentuknya.
“Ko pulang rin? Diluar kan masih
hujan.” Radit mencoba mencegahku pulang.
“Engga dit, gapapa ko hujan juga.”
Segera aku membuka pintu dan berlari kearah derasnya hujan.
Sepanjang perjalanan benih air
mataku tak juga henti menetes. Aku berhenti sejenak dan bersandar di bawah
cahaya lampu jalan. Kujatuhkan lututku kebumi. “Kenapa? Kenapa aku jatuh cinta
dengan cowok yang sudah punya pacar? Kenapa aku tidak cari tahu dulu sebelumnya
tentang Radit? Kenapa dengan mudahnya aku jatuh cinta kepada cowok itu. Kenapa?
Kenapa aku harus dandan lebih cantik malam ini hanya untuk cowok yang sudah
punya pacar? Kenapa aku harus mengutarakan perasaanku? Kenapaaa?”
Kesedihanku tak bisa lagi kubendung. Air mataku tak henti-hentinya menetes. Hatiku
seakan ikut menangis meratapi kesedihanku yang tak juga membiru. Betapa
hancurnya hatiku dan betapa tak terimanya hatiku akan kenyataan ini. Kenapa
Radittt? Kenapa kamu terbangkan aku, kalau akhirnya kamu menghempaskan aku
kembali kebumi? Kenapa kamu janjikan kebahagiaan dengan senyummu, kalau
akhirnya kebahagiaan itu bukan untukku? Kenapa kamu membuat aku mencintaimu,
kalau akhirnya kamu menyakitiku? Kenapa dit? Jutaan pertanyaan bodong menyerbu hatiku yang
tak menentu.
Hujan tak juga henti, seolah
mewakili perasaanku yang kian kelam dan kelabu. Betapa sedihnya kisah cintaku.
Pada hari itu, hujan meyakinkanku akan cintaku padamu. Dan malam ini, hujan
juga yang meyakinkanku akan perihnya hati karena luka yang kau berikan.
***
Setelah kejadian malam itu, aku selalu
terdiam dan larut dalam kesedihanku. Aku tidak lagi bertemu dengan Radit.
Setelah malam itu, Radit seakan menghilang ditelan bumi. Dia tidak masuk
sekolah selama seminggu. Setiap kali Nugi mengajakku kekantin, aku selalu tidak
mau. Setiap kali Nugi mengajakku jalan untuk melepaskan perih hatiku, aku
menolaknya. Hatiku terasa hampa. Seperti tidak ada cinta lagi dihatiku. Kini
aku seperti tubuh tanpa jiwa. Kosong. Hanya itu yang aku rasakan.
***
Suatu malam, Nugi mengajakku
ketaman. Entah mengapa kali ini aku ingin menuruti ajakan Nugi. Sesampainya
ditaman, Nugi mengutaraka perasan cintanya terhadapku.
“Rin, aku sayang rin sama kamu, aku
suka sama kamu dari pertama kali kita kenal dulu. Dari dulu aku ingin
mengatakan ini, tapi aku selalu menundanya. Aku takut kalau aku mengutarakan
perasaanku, akan menghancurkan persahabatan kita kalau nantinya kamu
menolakku.”
Hatiku semakin tidak menentu. Kenapa
setelah aku sudah tidak percaya akan cinta, Nugi malah datang membawakan cinta
untukku. Aku tidak tahu apa yang tengah aku rasakan sekarang. Aku tidak bisa
begitu saja menerima Nugi, karena di dalam lubuk hatiku yang paling dalam,
masih terselip nama Radit yang tak kunjung hilang.
“Maaf gi, sekarang aku belum bisa
menerima cinta dari siapapun. Beri aku waktu untuk memikirkannya dulu.” Jawabku
lirih sambil meneteskan airmata mengingat yang telah terjadi antara aku dengan
Radit. Tiba-tiba saja Radit datang menghampiri aku dan Nugi. Kemudian Radit
mengambil buku kecil yang selalu dibawa Nugi kemanapun dari kantung jaketnya. Lalu
Radit membuka dan membacanya.
“Aku
mencintai kamu Arinda, sejak pertama aku melihatmu. Aku mencintai semua yang
ada pada dirimu. Kelembutanmu, senyummu, mata indahmu, juga hatimu. Aku
bagaikan bunga yang kehilangan harumnya jika tanpamu. Aku mencintai kamu
Arinda, seperti cinta sang senja kepada sang fajar yang selalu ingin bertemu
meskipun tuhan tidak akan menyatukan mereka. Aku mencintai kamu Arinda, aku
mencintai kekurangan dan kelebihanmu. Aku ingin setiap pagi hari hanya senyummu
yang menyapaku. Aku ingin hanya kelembutanmu yang mampu menenagkanku. Aku ingin
hanya kamu yang menjadi tempatku mengadu keresahan, kesedihan, dan kebahagianku
Arinda. Dan aku hanya ingin, kamu yang memelukku ketika aku membutuhkan
sandaran dalam gelapku. Aku sangat, sangat mencintaimu Arind. Kemarin, saat
ini, esok dan selamanya.”
Itulah kata-kata yang tertulis dalam buku ini.” Ujar Radit kemudian
mengembalikan buku itu kepada Nugi. Setelah itu Radit pergi.
“Apa benar yang tertulis dibuku itu
gi?” Tanyaku sambil meneteskan air mata.
“Aku akan menunggu jawabanmu 3 hari
lagi. Disini, ditempat yang sama ini.” Jawab Nugi.
Malam ini berakhir dengan perasaanku
yang tidak terarah. Disatu sisi ada Nugi yang mencintaiku dengan tulus setelah
mendengar kata-kata yang dibacakan Radit dari bukunya. Disisi lain, direlung
hatiku yang paling dalam , aku masih mengharapkan Radit. Aku tidak bisa begitu
saja menepis perasaanku terhadap Radit. Lalu apa jawabanku nanti, tiga hari
lagi?
***
Sekarang adalah malam dimana aku
harus menjawab pertanyaan dari Nugi untuk menerima hatinya atau tidak. Samapai
sekarang aku tidak tahu aku harus menjawab apa. Apa aku harus menerima Nugi?
Tapi aku tidak mencintainya. Yang aku cintai Radit. Apa aku harus menolaknya?
Sedangkan Nugi sudah tulus mencintaiku. Dan berharap Radit menjadi pacarku itu
tidak akan mungkin, karena Radit sudah mempunyai pacar di Jakarta. Sepanjang
perjalanan otakku selalu berseteru dengan hatiku. Logikaku meminta untuk
menerima Nugi yang sudah tulus mencintaiku. Tetapi hatiku memintaku untuk
menolaknya, agar bertahan dengan cintaku untuk Radit meskipun dia sudah
menyakitiku.
Aku sudah sampai ditaman. Entah ada
apa Radit juga bersamaan datangnya denganku.
“Arinda? Kamu ngapain kesini?” Tanya
Radit.
“Aku memang sudah janjian dengan Nugi
disini. Sedangkan kamu? Kenapa kamu kesini?” Sekarang aku yang bertanya kepada
Radit.
“Aku kesini disuruh Nugi. Ada apa
ini sebenarnya?” Tak berapa lama kemudian datanglah Nugi.
“Ini semua rencana aku. Aku sengaja
mempertemukan kalian malam ini untuk menyelesaikan semuanya.” Ucap Nugi.
“Arinda, dengerin aku. Radit itu
sebenarnya sayang juga sama kamu. Kamu inget gak dulu kamu ketabrak sama cowok
yang gak kamu kenal. Itu Radit, sebenarnya dia ingin minta maaf sama kamu, tapi
karena terburu-buru dan sudah ditunggu oleh kepala sekolah, jadinya dia
langsung meninggalkanmu. Kamu masih inget bunga yang di laci meja kamu? Dan
kata-kata manis itu? Itu Radit yang memberikan. Dan kamu masih inget gak waktu
dia minjamkan buku tugsanya buat kamu, sampai-sampai dia terkena hukuman? Itu semua
dia lakukan buat kamu Arinda, karena dia suka sama kamu rin, sejak pertama kali
dia melihatihatmu dalam insiden tabrakan kamu dengan dia. Waktu kamu sendirian
hujan-hujan pulang sekolah, sebenarnya dia bukan tidak sengaja lewat, tetapi
dia mengikuti kamu. Dia tahu akan turun hujan, dia takut kamu pulang
kenapa-kenapa. Dia Khawatir rin sama kamu. Lalu tentang saat aku mengutarakan
perasaanku, kemudian Radit datang dan membacakan tulisan dalam buku privasiku,
itu semua sebenarnya ungkapan perasaan Radit untukmu rin, buku itu masih
kosong. Aku belum menulis satu huruf pun di buku itu. Buku itu baru. Dan kalau
kamu mau tahu, yang paling penting dari semua ini, tentang foto itu kan? Itu
foto adiknya yang di Jakarta. Radit punya adik yang umurnya hanya terpaut satu
tahun dibawahnya.” Setelah mendengar pernyataan Nugi, aku melihat Radit,
Raditpun melihatku. Tatapan kami saling bertemu. Aku meneteskan air mata, tanpa
kusangka-sangka Raditpun menangis. Mungkin kedua hati kami memang telah menyatu.
“Kalau memang itu semua benar, lalu
kenapa Radit mengaku itu pacarnya dan menyakiti hatiku? Kamu gak tahu kan gi, betapa
sakitnya aku saat itu?” Air mataku terus menetes sambil berbicara kepada Nugi.
Sedangkan Radit hanya diam dan tertunduk tanpa satu katapun keluar dari
mulutnya.
“Sebenarnya Radit juga merasakan hal
yang sama sama kamu rin, rasa sakit yang teramat dalam. Radit melakukan itu
semua untukku. Sehari sebelum kamu kerumah Radit malam itu, Radit membaca buku
privasiku. Dari situ Radit mengetahui kalau aku menykaimu. Radit sangat
menghargaiku sebagai temannya. Meskipun kita baru kenal, Radit sudah
menganggapku sebagi sahabatnya, jadi dia ingin melihat sahabatnya bahagia,
meskipun harus mengorbankan hati dan perasaanya. Mengorbankan cinta sucinya.
Setelah kejadian malam itu, aku fikir aku bisa dengan mudah menggantikan Radit
dari hatimu, ternyata aku salah. Cintamu terhadap Radit sangat besar, bahkan
melibihi cintaku terhadapmu. Maafkan aku sudah mengganggu cinta suci kalian.
Maakan aku sudah menjadi duri dirangkaian bunga yang tengah kalian buat ini.”
Kemudian Nugi menggenggam tanganku dan
Radit, lalu menyatukan tanganku dengan Radit.
“Aku memang mencintaimu rin, tapi
cinta Radit terhadapmu melebihi cintaku padamu. Semoga kalian bahagia, dan maafkan
aku.” Ucap Nugi kemudian meninggalkan kami berdua.
Kini aku tinggal berdua dengan
Radit, saling bertatapan dan meneteskan air mata. Hujan kembali turun dengan
derasnya membasahi aku dan Radit. Lalu aku memeluk Radit.
“Dasar bodoh! Kenapa kamu lakukan
itu? Kenapa kamu korbankan perasaan kamu?” Kataku sambil menangis dan
memukul-mukul dada Radit. Kemudian Radit melepaskan pelukannya. Lalu Radit
memegang pipiku erat sambil menatapku.
“Maafkan aku Arinda, aku fikir hanya
aku yang akan terluka, ternyata hatimu juga. Maafkan aku telah melukai
perasanmu malam itu. Aku sangat mecintaimu Arinda, sangat.” Ucap Radit sambil
kembali memelukku.
“Aku juga mencintaimu Raditku.”
Kueratkan pelukanku.
Teruslah hujan ini membasahi.
Biarkan para bunga, pohon, angin dan semua yang ada disekalilingku dan Radit
menjadi saksi kisah cinta kita. Biarpun malam tanpa bintang, Radit akan menjadi
bintangku dan menerang setiap malamku. Biarpun hantaman keresahan hidup akan
menyentuhku nanti, aku tidak takut sedikitpun, karena disampingku akan selalu
ada Radit yang siap kapanpun menjadikan bahunya tempatku bersandar.
Pamulang, 28 Oktober 2014.
GESANG AJI SAKA
Bang bikin cerpen lagi dong
ReplyDeleteBang bikin cerpen lagi dong
ReplyDelete