KEMELUT
LARA
“Hey,
masa lalu?! Bagaimana kau bisa tetap berdiam diri dan bertahan ditempat ini?
Disudut hati yang sepi ini? Bukankan sang pemilik hati sudah muak dengan
keberadaanmu? Bukankah dengan susah payahnya ia mencoba mengusirmu dari
singgahsana ternyamanmu sekarang? Kenapa kau masih saja berkeras diri untuk
tetap tinggal?” Ucap kebahagiaan.
“Itu
hakku untuk tetap tinggal atau pergi berlalu.” Jawab masa lalu dengan nada
sombong.
“Tidakkah
kau tau, bagaimana perihnya sang pemilik hati saat kau mencoba menyapanya?! Tidak kah
ada rasa iba sedikitpun saat sang pemilik hati terkapar tak berdaya ketika kau
mendekapnya? Tidakkah kau merasakannya, betapa tersiksanya sang pemilik hati
saat kau mencoba mendekatinya, kemudia kau berkata. “Aku takan pergi. Aku akan
selalu ada dalam setiap relung hatimu.”"
“Apa
kedudukanmu?! Kau hanya bagian kecil dari ribuan cerita yang telah dibuat sang
pemilik hati. Setiap kali kesunyian datang, dengan angkuhnya kau berjalan.
Setiap keindahan yang datang, dengan gagahnya kau hancurkan. Apa sebenarnya
maumu?!” lanjut kebahagiaan.
“Aku
tidak menginginkan apapun. Aku hanya duduk terdiam disini. Sang pemilik hati
saja yang selalu memanggilku untuk berdiri, kemudian membiarkanku berkuasa dihatinya.” Masa
lalu kembali menjawab dengan nada arogan.
“Kalau
kau tidak ada, mungkin sang pemilik hati tidak akan memanggilmu dan
membiarkanmu berkuasa dalam hatinya. Asal kau tau, kerena kau! Sang pemilik
hati tak kunjung berlalu dari lamunannya. Setiap harinya ia selalu
mengelu-elukannmu. Dan tak membiarkan aku masuk dalam kehidupannya.”
“Lalu?
Apa masalahnya denganmu wahai kebahagiaan?!” masa lalu bertanya kepada
kebahagiaan yang tengah terbakar amarah.
“Apa
masalahnya denganku?! Kau tanya apa masalahnya denganku?! Karena kau aku tidak
punya kedudukan sedikitpun disini! Karena kau, sang pemilik hati selalu dalam
kesedihan. Karena kau, aku tersingkirkan. Karena kau, aku tak ada!”
“Hahaha!
Itu sudah nasibmu wahai kebahagiaan. Terima saja dengan nasibmu ini.” Sindir
masa sambil terus tertawa tanda kemenangannya.
“Tidak!
Nasib tidak ada yang seburuk ini. Aku akan membuat sang pemilik hati kembali
terenyum. Bagaimanapun caranya. Kemudian aku akan membuat kau pergi dari
tempatmu wahai masa lalu yang kelam!”
“Hahaha!
Jangan bercanda duhai kebahagiaan! Aku dan sang pemilik hati sudah menyatu.
Dalam setiap aliran darahnya terselip diriku, dalam setiap daya fikirnya
terpampang wajahku, bahkan dalam hembusan nafasnya tersirat namaku. Aku lebih
berkasa dibanding perasaan apapun.”
Kebahagiaanpun
terdiam mendengar perkataan masa lalu.
“Hahaha.
Kenapa kau terdiam duhai kebahagiaan yang indah? apa kau sudah merasa kalah,
dan mengakui kalau aku lebih berkuasa di hati sang pemilik hati ketimbang
kau?!” Lanjut masa lalu yang semakin besar kepala.
Seketika
kebahagiaan tersenyum.
“Dalam
setiap diri manusia, aku akan selalu ada. Walaupun sesekali aku kalah darimu.
Suatu saat nanti aku yang akan bertahta. Aku akan kembali memberi warna bagi
kehidupan sang pemilik hati. Aku tak akan membiarkan keterpurukan karena ulahmu
itu hinggap, dan datang kembali kesini.”
“Hahaha.
Kapan hal itu akan terjadi?! Aku sudah tidak sabar menunggu datangnya hari itu.
Sudah, terima sajalah kekalahanmu duhai kebahagiaan. Bukankah buktinya sudah
nyata? Setiap kali sang pemilik hati mencoba menemukan cinta baru, sesaat kau
mungkin menang, aku terpinggirkan. Tapi ketika cinta baru itu tak lebih indah
dariku? Kau kembali kalah duhai kebahagiaan. Hahaha.”
“Masa
lalu. Sampai kapanpun kau hanya akan menjadi masa lalu. Kau tidak akan bisa
menghadirkan aku. Kita tidak akan pernah menyatu. Suatu saat nanti, masa depan
akan datang. Ia akan menghancurkanmu. Ia berjalan bersamaku untuk menggapai
cahaya ketenangan. Kau akan kalah, kau akan terganti dengan kenangan yang lebih
indah. sang pemilik hati tak akan lagi memanggilmu, karena aku telah berkuasa
dalam hatinya. Saat kekuatan cinta kembali untuk sekali lagi, kau akan binasa.
Camkan kata-kataku itu wahai masalalu yang kelam.”
Masa
lalu hanya terdiam dengan keringat bercucuran. Ia takut kedudukannya kelak akan
digantikan dengan kebahagiaan.
No comments:
Post a Comment