Monday, 24 November 2014

REMBULAN




Gelap.. tenggelam terlelap.
Resah bersemayam mendekap.
Sketsa wajah yang terus hinggap.
Menghiasi jiwa, berkerak tak terungkap.

Cerita.. cita dalam cinta.
Menjunjung mimpi tak tercipta.
Berhias asa berbalut doa.
Berjalan selaras bahagia  dan luka.

Bersenandung kerinduan.
Melodi hati penuh jeritan.
Terbias senyum kehampaan.
Melamunkanmu duhai pujaan.

Lelah..
Letih..
Resah..
Gelisah..

Senja telah berada pada peraduannya.
Tinggalkan aku dengan balutan luka.
Mengharapkanmu mendekap jiwa.
Namun, kau tak juga merasa.

Thursday, 13 November 2014

KEHILANGAN MAKNANYA

Semakin ragu, rasa ini semakin membelenggu.
Kembali kutanyakan hatiku tentang dia yang menemani hariku.
Helaian benang tipis semakin menjauh.
Sudah tak bisa lagi menyatukan tiap butiran hati yang jatuh.
Gelegar awan kelabu bertahta rapih dalam setiap sudut hati.
Saling membenci, mereka sibuk dengan titah-titah yang tak kutau maknanya.
Sementara disudut sepi, kebahagiaan meringkuk lemas tak berdaya.
Seolah menanggalkan sayapnya dan kehilangan maknanya.
kepercayaan tak begitu baik pula kabarnya, dari kejauhan melihat kebahagiaan tertunduk lesu, kepercayaanpun ikut terluka sambil terus berdoa. berharap sang Tuhan menampakkan sinarnya.
Kini tiap ruas-ruas hati telah tertutupi oleh keheningan.
Tiap sendi-sendi rasa telah ternoda dengan keraguan.
Tak ada lagi tempat tersisa untuk kebahagiaan dan kepercayaan.
Mereka hanya bisa berbicara dalam diam, dan berharap dalam doa.

PERI KECIL



PERI KECIL
            Aku hanya bisa duduk bersandar di jendela kamarku sambil melihat derasnya hujan. Air mataku terus mengalir, mengingat sosok cowok yang selalu menjadi pennyanggah hatiku. Aku selalu mengingat masa itu. Masa dimana kebahagiaanku mencapai puncaknya. Masa dimana aku tidak pernah takut karena ada dia. Elang. Itulah nama cowok yang kini sedang aku tangisi keberadaanya. Disaat rapuh seperti ini aku selalu mengingat Elang. Saat kegelisahan dan tekanan akan takdir pahit yang terus menggelayutiku selalu mengingatkanku kepada Elang. Karena pada saat seperti ini dulu Elang selalu menyiapkan bahunya untuk tempatku bersandar. Kuluapkan semua kesedihanku dibahunya yang kokoh. Ketika aku sudah berada disampinya , aku sudah tidak merasa takut lagi akan apapun. Keresahanku pun ikut terbang menjauh. Elang selalu bisa memberikan kenyamanan untukku ketika aku sedang berada didekatnya.
            Air mataku mengalir sederas hujan dimalam ini. Kesedihanku sudah tidak bisa kubendung lagi. Aku hanya bisa bersandar, menekuk kedua kakiku sambil menangisi Elang yang kini tidak ada disampingku.
            Elang, kamu dimana? Saat ini, aku sangat membutuhkan dekapan hangatmu. Aku butuh bahu kokohmu untuk melepaskan kesedihkuu. Aku membutuhkan tutur kata lembutmu yang menenangkan hatiku. Aku merindukan kamu yang selalu mengelus kepalaku ketika aku tengah bersadar dibahumu sambil menangis. Aku merindukan kecupanmu dikedua mataku setelah kau mengapus airmataku. Aku rindu senyumanmu. Aku teramat lemah sekarang tanpa kamu Elang. Aku terlalu rapuh untuk menjalani ujian hidup yang keras ini. Aku sangat merindukanmu. Dimana kamu sekarang Elang?
Hatiku terus menjerit tentang kerinduan. Rintihan hati yang sangat merindukan dekapan sosok cowok yang sangat aku cintai. Derai air mata menjadi saksi bisu betapa aku sangat membutuhkanmu saat ini. Dengan jutaan harapan semoga kamu merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Tolong dengar teriakan kesedihanku ini Elang dimana pun kamu berada.
            ( Hapeku berbunyi, satu pesan singkat masuk. Dari Adrian)
            “Sayang, besok sepulang sekolah kita jalan ya.” Pesan itu membuyarkan semua lamunan tentang kerinduanku kepada Elang.  Adrian adalah pacarku sekarang. Aku sudah pacaran dengan Adrian hampir enam bulan. Sebenarnya aku sangat tidak mau tuterus-terusan memikirkan Elang karena saat ini aku sudah punya Adrian, tapi aku tidak bisa begitu saja menghapuskan nama Elang dari hatiku. Ditambah otakku ini dipenuhi dengan kenangan-kenangan indahku dulu sewaktu masih bersama Elang. Disaat seperti ini otak dan hatiku selalu bertentangan. Aku sangat bingung. Disatu sisi aku tidak bisa melupakan Elang, aku ingin kembali kepadanya. Tapi disisi lain aku selalu mengingat kejadian malam itu, ketika Elang memutuskanku begitu saja tanpa sebab setelah perjalanan cinta kami yang hampir dua tahun. Aku masih ingat betapa sakitnya aku waktu itu. Dan aku takut terulang kembali sakit itu kalau nantinya aku kembali kepada Elang. Sementara disisi yang lainnya lagi aku merasa tak enak hati dengan Adrian. Karena selama ini aku tidak sepenuhnya mencintainya. Sebagian hatiku sudah milik Elang seorang.
            Aku sangat membenci saat seperti ini. Kebimbangan yang kian erat menggelayutiku. Kadang aku berfikir untuk segera meninggalkan Adrian dan kembali kepada Elang. Setiap kali aku memikirkan hal itu, selalu saja terlintas bayang-bayang luka yang Elang pernah berikan kepadaku.  Sedangakan aku tidak terlalu bahagia dengan Adrian, diotakku dipenuhi dengan nama Elang setiap harinya. Tapi Adrian sangat baik dan sabar menghadapiku. Meskipun dulu Elang juga sama seperti Adrian sabar dan baiknnya, bahkan Elang lebih dari Adrian. Itu adalah alasanku kenapa aku tidak mau menyakiti Adrian sampai saat ini. Sudahlah, cukup, aku sudah tidak kuat dengan perdebatan dalam hatiku. Lebih baik aku beranjak tidur.
            ***
            Keesokan harinya sepulang sekolah Adrian sudah menungguku didean gerbang. Bergegas aku menghampirinya. “Kita mau kemana ian?” Tanyaku. “Kamu ikut ajaa sama aku, nanti juga tau.” Jawab Adrian. Kemudian kami pun beranjak pergi..
Sepanjang perjalanaan aku hanya terdiam, seolah tidak menikmati perjalanan ini. Padahal aku sedang jalan dengan pacarku sendiri, tapi kenapa aku tidak menikmatinya. “Kamu kenapa Senja? Kamu sakit yah? Kalau kamu sedang tidak enak badaan, kita pulang saja, tidak apa-apaa ko.” Ucap Adrian mengkhawaatirkanku. “Oh, engga ko ian, aku ga kenapa-kenapa.” Jawaabku sambil terenyum palsu.
            Kami telah sampai disuatu tempat rekreasi. “Rasanya aku tidak asing dengan tempat ini.” Gumamku dalam hati. “Ayo ikut aku, kita naik bebek-bebekan. Kamu pasti suka.” Adrian kemudian menarik tanganku menuju loket tiket. Ketik aku melihat sekeliling danau rekreasi ini seketika hatiku terasa sakit. Kesedihan dengan cepatnya menggelayutiku. Aku ingat tempat ini, ini adalah tempat yang pernah aku datangi dengan Elang dulu. Saat itu aku sedang sedih karena dimarahi oleh mamahku. Kemudian Elang mengajakku ketempat ini. Disini Elang mengembalikan senyumku yang sempat hilang ditelan kesedihan. Kami saling bercanda selama diatas bebek-bebekan. Kami berfoto bersama. Aku mencurahkan isi hatiku kalau aku saangat takut kehilangan Elang. Tanpa kusadari air mataku menetes membasahi pipiku. Adrian yang melihatku menangis langsung bertanya ada apa denganku. “Kamu gapapa Senja?” Segera kuusap air mataku, kemudian aku tersenyum kepada Adrian. Aku sangat takut kalau Adrian tau aku sedang memikirkan Elang sekarang. “Iyah aku gapapa ko ian.” Ucapku.
            ***
             Hari sudah mulai sore, aku dan Adrian pun berajak pulang. Sepanjang perjalanan aku selalu melihat Adrian. “Maafin aku ian, aku belum bisa mencintai kamu seutuhnya. Maafin aku kalau selama ini kamu berdiri dibelakang bayang-bayang Elang yang tak bisa lepas dari ingatanku. Kalau saja kamu bisa melebihi Elang dalam hal apapun, aku pasti bisa dengan mudahnya melupakan Elang. Aku bukan bermaksud untuk menuntutmu menjadi yang lebih baik dari Elang. Aku juga tahu, hal yang ada pada Elang belum tentu ada di kamu, begitu juga sebaliknya. Aku tidak berani berjanji kepadamu kalau nantinya aku bisa mencintai kamu dengan tulus. Tapi aku akan berusaha melakukan itu untukmu. Dan kalaupun nantinya aku tidak bisa mencintai kamu dengan sepenuhnya, aku mohon pengertian kamu.” Hatiku terus berucap sendiri. Kucoba menahan air mataku. Aku merasakan kegundahan yang teramat besar. Aku sangat bingung saat ini. Ditambah masalah yang sedang aku hadapi dirumah. Hmm, Tuhan, begitu lelahnya aku dengan cobaanmu ini.
            ***
            Sesampainya aku dirumah, sebelum masuk kedalam, kucoba menarik panjang nafasku. Setelah aku sudah merasa sedikit tenang dan siap, kulangkahkan kakiku untuk membuka pintu. “Kamu kemana saja Senja baru pulang jam segini? Main mulu!” Sambutan yang sangat hangat dari mamah. “Aku abis jalan mah, maaf kalau aku pulangnya telat.” Jawabku lirih. “Kamu tuh ya males banget. Ga ada bantu-bantunya sama sekali. Kamu ga tau apa kalau mamah tuh cape kerja sendirian. Sudah cape bekerja diluar buat sekolah kamu sama adik-adik kamu. Dirumah juga cape karena kamu ga ada bantu-bantunya sama sekali!” Ucap mamah. “Kenapa si mah aku selalu dimarah-marahin? Aku bantu-bantu ko dirumah, nyuci piring, nyuci baju dan lain-lain. Tapi mamah ga pernah ngehargain aku. Mamah Cuma bisa ngelampiasin emosi mamah yang harusnya buat papah malah ke aku!” Kemudian aku berlari menuju kamarku dan mengunci pintu.
            Aku menangis tersedu diatas kasur sambil memeluk boneka Timi Time yang diberikan oleh Elang. “Elang kamu dimana? Aku sangat butuh kamu sekarang. Aku sudah tidak kuat lang dengan semua ini.” Kuucap kata itu sambil tersedu-sedu. Dalam hal ini hanya Elang yang bisa membuatku tenang. Elang paling tau semua tentangku, termasuk tentang keluargaku yang broken home. Mamah dan papahku sudah berpisah sejak lama. Dulu setiap kali aku merasa sendirian dan tidak ada yang perduli lagi terhadapku, aku selalu menceritakan kepada Elang. Setelah aku bercerita dengan Elang, aku merasa lebih lega dan nyaman karena kata-kata Elang.
            Diluar hujan sangat lebat. Langit terlihat sangat hitam. Petirpun sesekali megelegar dengan kejamnya. Aku sudah tidak tahan dengan kondisi ini. Rasanya aku ingin pergi saja dari rumah. Kemudian aku keluar dari kamar sambil menangis. Ketika sudah sampai didepan pintu, mamah bertnya kepadaku. “Kamu mau kemana Senja hujan-hujan seperti ini? Kamu ga boleh keluar, diluar hujannya sangat lebat.” “Sebentar saja mah, aku pusing dirumah.” Jawabku sambil berlari meninggalkan mamah yang kulihat tengah menangis. Mungkin mamah mengerti apa maksud dari kata-kataku tadi.
            Aku kini tengah berada dibawah lampu jalan. Hujan kian deras membasahi tubuhku dan hatiku. Kujatuhkan lututku kebumi. Isak tangisku tak juga reda. Aku tengah berada dalam keresahan yang paling gelap. Tak ada cahaya sedikitpun. Cahaya yang kuharap berada disampingku, tak juga muncul hingga saat ini. Aku berteriak ditengah derasnya hujan yang seolah menhakimiku. “Tuhan? Kenapa begitu berat jalan takdirmu? Kenapa kau bebankan aku dengan penderitaan yang tak kusanggup menopangnya sendiri? Aku siap dengan takdirmu ini, tapi kenapa kau biarkan pergi orang yang sangat berharga bagiku? Orang yang hanya dari dia aku merasakan kasih sayang yang tak kudapatkan dari kedua orang tuaku! Kenapa kau biarkan penyanggah kehidupanku berlalu mengilang meninggalkanku sendiri Tuhan? Aku tak sanggup berdiri sediri tanpa tiang penyanggah. Untuk saat ini mungkin aku kuat bertahan, tapi nanti? Suatu saat nanti aku pasti akan runtuh! Sementara, malaikat yang kau kirim untuk menolongku, kini entah berada dimana. Aku sangat merindukan dia Tuhan! Aku sangat merindukan Elang!” Aku sudah tidak tahu apa yang terjadi denganku. Yang aku tahu kini aku sedang teramat sedih dengan takdirku. Aku sudah lelah menangis, lelah menangisi Elang, lelah menangisi tentang keluargaku, lelah akan semuanya. Sampai tiba-tiba. “Aku ada disini ko peri kecil. Aku selalu ada didekat kamu, tepanya didalam hati kamu. Kamu gaperlu protes sekeras itu kepada Tuhan. Seharusnya kamu bersyukur dan terus tersenyum. Soalnya kalau kamu cemberut nanti manisnya hilang. Hehehe.” Aku mengenal suara itu. Aku mengenal kata-kata itu. Jangan-jangan, Elang! Ketika aku menoleh keatas, Elang tengah memayungiku dan berdiri disampingku sambil tersenyum.
            Kesedihanku berganti dengan rasa haru. Air mataku terus menetes sambil menatap Elang dengan perlahan. Elang masih terus saja tersenyum kearahku. Tanpa kusadari tubuhku langsung menjatuhkan diri kedekapannya Elang. Kupeluk dia dengan erat dan penuh cinta. Aku semakin tersedu-sedu dipelukan Elang. Elang terus saja mengelus-elus kepalaku. Sangat nyaman dekapannya. Aku sangat merindukan dekapan ini. Dekapan yang sudah tidak kurasakan lagi selama enam bulan. Kehangatannya masih sama. Kelebutannya masih sama. Dan rasa cinta dari dekapan inipun masih sama.
            “Kamu kemana aja lang? Aku kangen banget lang sama kamu. Aku butuh kamu. Kamu memangnya tidak kangen sama aku? Kamu sudah tidak sayang ya sama aku sampai kamu menghilang dari aku.” Karena terlalu rindu dan bahagianya aku langsung saja aku sambut Elang dengan banyak pertanyaan.
            “Aku ga kemana-mana ko Senja. Aku ada disini, selalu memperhatikan kamu. Aku tau semua yang terjadi sama kamu. Jawab Elang masih dengan eratnya mendekapku.
            “Aku kangen sama kamu lang, kangen kita yang dulu, kangen kamu yang selalu ada buat aku, kangen semua cerita lucu kamu, kangen senyum kamu, kangen semuanya yang ada dikamu.” Kuluapkan semua kebahagiaanku kepada Elang. Seketika kesedihanku hilang entah kemana setelah bertemu dengan Elang. Setelah sekian lama aku berdoa agar dipertemukan dengan Elang, akhirnya tuhan mengabulkan doaku.
            “Sekarang kita cari tempat berteduh, kamu pasti sudah kedinginan karena main hujanan kan.” Ucap Elang sambil melepaskan pelukannya kemudian mengajakku kesuatu tempat.
            Elang mengajakku kesebuah minimarket yang sudah tutup, mungkin karena hujan dan sudah malam jadi mini market ini tutup. Aku dan Elang duduk disebuah bangku panjang. “Nih kamu pake jaket aku, kamu pasti kedinginan kan soalnya baju kamu basah banget tuh.” Ucap Elaang. Kemudian aku mengenakan jaket itu sambil bersandar di bahu Elang. Hatiku begitu tenang dan nyaman ketika bersandar dibahunya Elang. Sihir Elang dengan cepatnya mebuat aku merasa sangat hangat.
            “Kamu tau kalau aku sangat merindukanmu lang?” Tanyaku.
            “Iyah aku tau.” Elang tersenyum.
            “Kamu tau betapa rapuhnya aku tanpa kamu lang?” Hatiku kembali meringis dan membuatku kembali menangis. Elang hanya tersenyum. Dulu senyum itu selalu menghiasi hariku. Membut malamku penuh dengan bintang, mimpiku selalu indah, dan selalu tidak sabar untuk bertemu dengan Elang.
            “Kenapa lang dulu kamu mutusin aku tanpa sebab? Kalau seandainya kita engga putus dulu, mungkin sampai saat ini aku selalu tersenyum. Kamu gatau kan lang gimana sakitnya aku waktu itu? Kamu gatau kan lang gimana menderitanya aku tanpa kamu? Kamu gataukan kalau selama ini aku Cuma jasad tanpa nyawa setelah pisah sama kamu? Aku ga bisa mencintai cowok denga tulus, karena cinta aku sudah aku berikan buat kamu semua lang. tapi kenapa kamu kecewain aku lang?” Aku terus berbicara kepada Elang. Kembali kupeluk Elang dengan eratnya. Kuluarkan semua kerinduanku dan kelukesahku dipundaknya. Malam ini tak henti-hentinya aku menangis, tapi untuk momen yang satu ini aku menangis karena bahagia bisa bertemu dan memeluk Elang.
            “Itu semua memang salah aku Senja. Aku minta maaf sudah menyakiti kamu. Maafin aku yang sudah menyia-nyiakan cinta tulus kamu.” Tengisku semakin jadi mendengar kata-kata Elang.
            “Kamu tau kan lang kalau aku tuh sayang banget sama kamu? Tapi kenapa kamu pergi lang.” Deru tangisku tak juga membiru. Semakin sedih mungkin yang kurasa saat ini.
            “Maafin aku Senja kalau aku belum bisa jadi yang kamu mau.”
            “Kamu gatau kan sekaarang aku kayak gimana? Setiap hari aku menangisi kamu lang, berharap kamu kembali buat aku. Aku sedih lang, biasanya kalau aku ada masalah sama keluargaku kamu selalu ada untukku, membuatku kembali tersenyum dan membuatku nyaman. Aku sedih lang sekarang kamu udah ga ada disamping aku buat ngejagain aku. Aku sdih lang sekarang udah ga ada lagi pundak kamu buat aku jadiin makam pedih aku lang. aku sedih lang kamu pergi. Kenapa kamu pergi lang.” Kulepaska pelukanku dari Elang. kemudian aku menatap mata Elang. Elang hanya diam tidak membalas pertanyaanku.
            “Kenapa kamu nyakitin aku lang? Kenapa kamu ninggalin aku lang? Sekarang aku mau kamu balik sama aku, aku gamau kehilangan kamu buat yang kedua kalinya lang.” Kujatuhkan kepalaku di dada Elang. Air mataku membasahi baju Elang.
            “Aku minta maaf Senja, waktu itu aku memang sangat bodoh telah meninggalkan kamu. Aku juga sayang banget sama kamu Senja, tapi kita ga bisa bersatu sekarang. Kamu masih punya Adrian.” Elang memegang kedua pipiku dan mengapus air mataku.
            “Aku gamau Adrian, aku maunya kamu lang.”
            “Engga Senja, itu Cuma perasaan ego sesaat kamu aja. Aku tau kamu ga bisa mutusin Adrian kan? Dan aku tau sebenarnya kamu masih taku kalau nantinya aku akan nyakitin dan ninggalin kamu lagi. Sekarang dengerin aku. Kamu sama Adrian dulu, biarin aku disini menikmanti sakit dan penyesalan yang udah aku buat sendiri. Biarin aku merasakan sakit yang kamu rasakan dulu lewat kamu sama Adrian. Aku ga akan kemana-mana, aku akan selalu ada disini buat nunggu kamu, sampai saatnya nanti. Saat kau sudah percaya lagi sama aku, saat kamu sudah tidak memperdulikan rasa sakit yang aku buat.” Aku terdiam mendengar kata-kata Elang. aku melihat Elang menangisiku malam ini.  Kami kini saling menatap, air mata dengan lihainya berlinang dimataku dan dimata Elang. Aku terharu melihat Elang menangisiku. Sangat terlihat jelas betapa Elang mencintaiku. Aku bahagia karena Elang merasakan hal yang sama denganku.
            “Kamu janji bakal nunggu aku?” Tanyaku sedih.
            “Iyah aku janji peri kecilku.” Elang menghapus air mataku kemudian mencium kedua mataku.
            Aku menghabiskan malam bersama Elang. Mungkin ini akan menjadi malam terakhirku bertemu dengan Elang. Kami saling melepaskan rindu selepas-lepasnya. Dengan hembusan angin malam sehabis hujan yang menyelimuti kami. Suasanan tenang dan penuh cinta ini akan aku nikmati dan aku ingat sampai nanti aku dipertemukan kembali dengan Elang. aku berharap perpisahan ini akan jadi perpisahan terakhirku dengaan Elang. dan saat kami dipertemukan kembali nanti, tidak aka nada lagi perpisahan diantara kami.
            ***
            Sesampainya aku dirumah aku melihat mamah sudah menungguku didepan pintu. Kemudian aku menghampirinya. “Maafin mamah ya Senja. Mamah memang sudah keterlaluan. Kamu mau kan maafin mamah?” Ucap mamah sambil menangis. “Pasti mah, aku pasti maafin mamah. Maafin aku juga ya mah belum bisa jadi anak yang baik buat mamah.” Kuhamburkan tubuhku dipelukan mamah. Isak tangisku dan mamah membias mala mini menjadi lebih indah. terlebih aku mengahabiskan malam ini dengan Elang.
            Sebelum Elang pergi, ia memberika sebuah surat untukku. Aku segera membukanya dikamar sambil merebahkan tubuhku. “Untuk Senja peri kecilku. Jangan pernah bersedih dan mengeluh tentang takdir tuhan. Kamu pasti bisa untuk melewati semua itu. Ketika kamu sudah merasa dipuncak kekuatanmu, segera kamu temui aku untuk melepaskan kesedihanmu. Aku selalu menunggu kedatanganmu. Maafkan aku kerena telah mengecewakanmu. Sekarang cobalah untuk mencintai Adrian dengan sepenuhnya cintamu. Biarpun aku tau, baying-bayangku tak akan hilang dari hatimu. Dan ingat, suatu saat Tuhan akan menyatukan kita kembali. Saat ini aku ikhlaskan kamu untuk Adrian. Tapi nanti, untuk sisa hidupku dan hidupmu, aku berharap saat itu dalah saatnya aku dan kamu memadu kasih untuk selamanya. Aku sangat mencintaimu dan tidak ingin kehilanganmu lagi. Aku menunggumu sampai saatnya tiba nanti, sambil menikmati penyesalanku. Maafkan aku.
                                                                                                 Elang.
            Aku menangis membaca isi surat itu. Kembali teringat semua kenangan manis yang sudah aku lewati bersama Elang. Air mataku berlinang tak terurai. Aku berjanji Elang, suatu saat nanti kita akan dipertemukan, dan kita akan menghabiskan sisa hidup kita bersama. Aku juga sangat mencintaimu Elangku.


            SUATU MALAM, KETIKA AKU TENGAH MERINDUKAN SESEORANG.
            GESANG AJI SAKA.

Tuesday, 4 November 2014

TENTANG RASA

Pergi.. Biarkanlah ia berlari, semua resah dan benci yang bersemayam dalam hati.
Hilang.. Biarkanlah ia menghilang, semua kegelisahan dan kegundahan hingga pagi datang.
Menjauh.. Biarkanlah ia menjauh, semua rasa egois itu ketempat yang sangat jauh.

Datang.. Datanglah kembali, datanglah semua kebahagiaan dan kesenangan dalam diri.
Hinggap.. Hinggaplah lagi, jutaan senyum yang waktu lalu telah lenyap.
Mendekat.. Mendekatlah lagi, duhai dekapan dan kehangatan yang kurasakan sangat singkat.

Berlalu.. Berlalulah engkau rasa sakit serta derita hingga menjadi abu. Biarkanlah aku merasakan lagi masa itu, masa dimana sepasang hati yang selalu menyatu.
Biarkanlah diri ini merasakan lagi dan menikmati lagi setiap tetesan cinta yang selalu menemani. hingga saat nanti, saat sepasang hati tak lagi saling mencintai.