Thursday, 29 December 2016

05.05 PAGI

Sedikit akan aku tuangkan resahku kepada secangkir takdir yang masih berdiri tegak. Tetes demi tetes kekosongan jiwa mengalir dari hulu nadi ke hilir hati. Melemaskan semua persendian. Lalu menghancurkan setiap aliran darah yang masih saja menghembuskan namamu.
Simponi lagu tentang kesedihan terus mendayu. Dimana setiap syairnya menceritakan kisah kita yang telalah berlalu. Terus terputar hingga sang fajar terlena dibuatnya. Tenggelam, kemudian terhempas kedalam lantunan kesedihanku.
Lantas timbul pertanyaan bagaimana kabarmu? Masihkah kau simpan sebongkah hati yang telah kuberikan? Masihkah kau taruh di tempat yang nyaman setiap pengorbanan yang aku torehkan? Dan masihkan tersisa cerita kita dalam benakmu?
Maaf, hembus angin malam ini memang tengah menghodaku. Selolah ia senang menari dengan kisahmu. Memaksaku yang tengah layu untuk bermain dengan potretmu dimasa lalu.
Sepertinya ia tau, isyarat rindu yang tenggah menggebu. Dimana sebuah hati tengah menangisi sisinya yang telah hilang. Tentang rasaku yang terus tertuju padamu.
Coba rasakan barang sejenak dingin malam ini duhai bungaku. Tidak, tidak lebih dingin lagi dari merindumu. Ditambah aroma tubuhmu yang terus menggerayangi otakku. Sungguh, kau telah berhasil menghancurkan keteguhanku.

Gesang Aji Saka